sepsis pada neonatus
SEPSIS
PADA NEONATUS
1.
Definisi
Sepsis
atau septicaemia adalah penyakit yang mengancam kehidupan yang dapat terjadi
ketika seluruh tubuh bereaksi terhadap infeksi. Ini mengarah ke overdrive
serius dari sistem kekebalan tubuh dan menyebabkan serangkaian reaksi yang
dapat menyebabkan peradangan luas dan pembekuan darah. Septicaemia atau sepsis
didefinisikan sebagai kehadiran banyak bakteri di dalam darah, yang membagi
secara aktif. Hal ini menyebabkan tubuh untuk menanggapi dengan cara yang
mungkin ada organ disfungsi. Mungkin ada runtuhnya sirkulasi darah (shock),
depresi jantung, peningkatan fungsi tingkat dan kelainan atau organ metabolisme
dan dengan demikian sepsis tidak dianggap infeksi hanya sendirian.
2. Epidemiologi
Bertahan
Sepsis kampanye (SSC) memperkirakan bahwa insiden sepsis adalah 3 per 1.000 di
seluruh dunia. Diperkirakan bahwa ada lebih dari 30.000 kasus parah sepsis di
Inggris setiap tahun. Ada peningkatan jumlah pasien dengan sepsis yang mantap.
Seluruh dunia ada kasus lebih dari 18 juta per tahun. Karena kematian yang
tinggi, sepsis adalah penyebab utama kematian. Di dunia berkembang, sepsis
menyumbang 60 sampai 70% kematian per tahun. Membunuh lebih dari 6 juta
baru-borns dan anak-anak setiap tahun dan ada lebih dari 100.000 kasus ibu
sepsis. Sekitar 36 orang mati sepsis dan lebih dari 1 juta orang setiap jam
dipengaruhi setiap tahun di Amerika Serikat.
3. Etilogi
BakteriEscherichia
coli, Listeria monocytogenes, Neisseriameningitidis, Sterptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae tipe
B,Salmonella, dan Streptococcus grup B merupakan
penyebab paling sering terjadinya sepsis pada bayi berusia sampai dengan 3
bulan. Streptococcus grup B merupakan penyebab sepsis paling
sering pada neonatus.
Pada
berbagai kasus sepsis neonatorum, organisme memasuki tubuh bayi melalui ibu
selama kehamilan atau proses kelahiran. Beberapa komplikasi kehamilan yang
dapat meningkatkan resiko terjadinya sepsis pada neonatus, antara lain:
a. Perdarahan
b. Demam
yang terjadi pada ibu
c. Infeksi
pada uterus atau plasenta
d. Ketuban
pecah dini (sebelum 37 minggu kehamilan)
e. Ketuban
pecah terlalu cepat saat melahirkan (18 jam atau lebih sebelum melahirkan)
f. Proses
kelahiran yang lama dan sulit.
g. Streptococcus grup
B dapat masuk ke dalam tubuh bayi selama proses kelahiran. Menurut Centers
for Diseases Control and Prevention (CDC) Amerika, paling tidak
terdapat bakteria pada vagina atau rektum pada satu dari
setiap lima wanita hamil, yang dapat mengkontaminasi bayi selama
melahirkan. Bayi prematur yang menjalani perawatan intensif rentan terhadap
sepsis karena sistem imun mereka yang belum berkembang dan mereka biasanya
menjalani prosedur-prosedur invasif seperti infus jangka panjang, pemasangan sejumlah
kateter, dan bernafas melalui selang yang dihubungkan dengan ventilator.
Organisme yang normalnya hidup di permukaan kulit dapat masuk ke dalam tubuh
kemudian ke dalam aliran darah melalui alat-alat seperti yang telah disebut di
atas.
Bayi
berusia 3 bulan sampai 3 tahun beresiko mengalami bakteriemia tersamar, yang
bila tidak segera dirawat, kadang-kadang dapat megarah ke sepsis. Bakteriemia
tersamar artinya bahwa bakteria telah memasuki aliran darah, tapi tidak ada
sumber infeksi yang jelas. Tanda paling umum terjadinya
bakteriemia tersamar adalah demam. Hampir satu per tiga dari semua bayi
pada rentang usia ini mengalami demam tanpa adanya alasan yang jelas - dan
penelitian menunjukkan bahwa 4% dari mereka akhirnya akan mengalami infeksi
bakterial di dalam darah.Streptococcus pneumoniae (pneumococcus)
menyebabkan sekitar 85% dari semua kasus bakteriemia tersamar pada bayi berusia
3 bulan sampai 3 tahun.
4. Patofisiologi
Sepsis dimulai dengan
invasi bakteri dan kontaminasi sistemik. Pelepasan endotoksin oleh bakteri
menyebabkan perubahan fungsi miokardium, perubahan ambilan dan penggunaan
oksigen, terhambatnya fungsi mitokondria, dan kekacauan metabolik yang
progresif. Pada sepsis yang tiba-tiba dan berat, complment cascade menimbulkan
banyak kematian dan kerusakan sel. Akibatnya adalah penurunan perfusi jaringan,
asidosis metabolik, dan syok, yang mengakibatkan disseminated intravaskuler
coagulation (DIC) dan kematian (Bobak, 2005).Bayi baru lahir mendapat infeksi
melalui beberapa jalan, dapat terjadi infeksi transplasental seperti pada
infeksi konginetal virus rubella, protozoa Toxoplasma, atau
basilus Listeria monocytogenesis. Yang lebih umum, infeksi
didapatkan melalui jalur vertikel, dari ibu selam proses persalinan ( infeksi
Streptokokus group B atau infeksi kuman gram negatif ) atau secara horizontal
dari lingkungan atau perawatan setelah persalinan ( infeksi Stafilokokus
koagulase positif atau negatif).
Faktor- factor yang mempengaruhi kemungkinan infeksi
secara umum berasal dari tiga kelompok, yaitu :
1. Faktor
Maternal
a. Status sosial-ekonomi ibu, ras, dan latar belakang.
Mempengaruhi kecenderungan terjadinya infeksi dengan alasan yang tidak
diketahui sepenuhnya. Ibu yang berstatus sosio- ekonomi rendah mungkin
nutrisinya buruk dan tempat tinggalnya padat dan tidak higienis. Bayi kulit
hitam lebih banyak mengalami infeksi dari pada bayi berkulit putih.
b. Status paritas (wanita multipara atau gravida lebih dari
3) dan umur ibu (kurang dari 20 tahun atua lebih dari 30 tahun
c. Kurangnya perawatan prenatal.
d. Ketuban pecah dini
(KPD)
e. Prosedur selama persalinan.
2. Faktor
Neonatatal
a. Prematurius ( berat badan bayi kurang dari 1500 gram),
merupakan faktor resiko utama untuk sepsis neonatal. Umumnya imunitas bayi
kurang bulan lebih rendah dari pada bayi cukup bulan. Transpor imunuglobulin melalui plasenta terutama
terjadi pada paruh terakhir trimester ketiga. Setelah lahir, konsentrasi
imunoglobulin serum terus menurun, menyebabkan hipigamaglobulinemia berat.
Imaturitas kulit juga melemahkan pertahanan kulit.
b. Defisiensi imun. Neonatus bisa mengalami kekurangan
IgG spesifik, khususnya terhadap streptokokus atau Haemophilus
influenza. IgG dan IgA tidak melewati plasenta dan hampir tidak terdeteksi
dalam darah tali pusat. Dengan adanya hal tersebut, aktifitas lintasan
komplemen terlambat, dan C3 serta faktor B tidak diproduksi sebagai respon
terhadap lipopolisakarida. Kombinasi antara defisiensi imun dan penurunan
antibodi total dan spesifik, bersama dengan penurunan fibronektin, menyebabkan
sebagian besar penurunan aktivitas opsonisasi.
c. Laki-laki dan kehamilan kembar. Insidens sepsis pada bayi
laki- laki empat kali lebih besar dari pada bayi perempuan.
3. Faktor
Lingkungan
a. Pada defisiensi imun bayi cenderung mudah sakit sehingga
sering memerlukan prosedur invasif, dan memerlukan waktu perawatan di rumah
sakit lebih lama. Penggunaan kateter vena/ arteri maupun kateter nutrisi
parenteral merupakan tempat masuk bagi mikroorganisme pada kulit yang luka.
Bayi juga mungkin terinfeksi akibat alat yang terkontaminasi.
b. Paparan terhadap obat-obat tertentu, seperti
steroid, bis menimbulkan resiko pada neonatus yang melebihi resiko penggunaan
antibiotik spektrum luas, sehingga menyebabkan kolonisasi spektrum luas,
sehingga menyebabkan resisten berlipat ganda.
c. Kadang- kadang di ruang perawatan terhadap epidemi
penyebaran mikroorganisme yang berasal dari petugas ( infeksi nosokomial),
paling sering akibat kontak tangan.
d. Pada bayi yang minum ASI, spesies Lactbacillus dan E.colli ditemukan
dalam tinjanya, sedangkan bayi yang minum susu formula hanya didominasi
oleh E.colli.
4. Mikroorganisme atau kuman penyebab infeksi dapat mencapai
neonatus melalui beberapa cara, yaitu :
a. Pada masa antenatal atau sebelum lahir. Pada masa antenatal kuman dari ibu setelah melewati
plasenta dan umbilikus masuk dalam tubuh bayi melalui sirkulasi darah janin.
Kuman penyebab infeksi adalah kuman yang dapat menembus plasenta antara lain
virus rubella, herpes, sitomegalo, koksaki, hepatitis, influenza, parotitis.
Bakteri yang dapat melalui jalur ini, antara lain malaria, sipilis, dan
toksoplasma.
b. Pada masa intranatal atau saat persalinan. Infeksi saat
persalinan terjadi karena yang ada pada vagina dan serviks naik mencapai korion
dan amnion. Akibatnya, terjadi amniotis dan korionitis, selanjutnya kuman
melalui umbilikus masuk dalam tubuh bayi. Cara lain, yaitu saat persalinan,
cairan amnion yang sudah terinfeksi akan terinhalasi oleh bayi dan masuk dan
masuk ke traktus digestivus dan traktus respiratorius, kemudian menyebabkan
infeksi pada lokasi tersebut. Selain cara tersebut di atas infeksi pada janin
dapat terjadi melalui kulit bayi atau port de entre lain saat
bayi melewati jalan lahir yang terkontaminasi oleh kuman. Beberapa kuman yang
melalui jalan lahir ini adalah Herpes genetalis, Candida albican,dan N.gonorrea.
c. Infeksi paska atau sesudah persalinan. Infeksi yang
terjadi sesudah kelahiran umumnya terjadi akibat infeksi nosokomial dari
lingkungan di luar rahim (misal melalui alat- alat :penghisap lendir, selang
endotrakhea, infus, selang nasogastrik, botol minuman atau dot). Perawat atau
profesi lain yang ikut menangani bayi dapat menyebabkan terjadinya infeksi
nosokomil. Infeksi juga dapat terjadi melalui luka umbilikus (AsriningS.,2003)
5.
Manifestasi
klinis
Menurut Arief, 2008,
manifestasi klinis dari sepsis neonatorum adalah sebagai berikut:
1. Umum
: panas (hipertermi), malas minum, letargi, sklerema
2. Saluran
cerna: distensi abdomen, anoreksia, muntah, diare, hepatomegali
3. Saluran
nafas: apnoe, dispnue, takipnu, retraksi, nafas cuping hidung, merintih,
sianosis
4. Sistem
kardiovaskuler: pucat, sianosis, kulit lembab, hipotensi, takikardi, bradikardi
5. Sistem
syaraf pusat: iritabilitas, tremor, kejang, hiporefleksi, malas minum,
pernapasan tidak teratur, ubun-ubun membonjol
6. Hematologi:
Ikterus, splenomegali, pucat, petekie, purpura, perdarahan.
Gejala
sepsis yang terjadi pada neonatus antara lain bayi tampak lesu, tidak kuat
menghisap, denyut jantungnya lambat dan suhu tubuhnya turun-naik. Gejala-gejala
lainnya dapat berupa gangguan pernafasan, kejang, jaundice, muntah, diare, dan
perut kembung
Gejala dari sepsis
neonatorum juga tergantung kepada sumber infeksi dan penyebarannya:
a. Infeksi
pada tali pusar (omfalitis) menyebabkan keluarnya nanah atau darah dari
pusar
b. Infeksi
pada selaput otak (meningitis) atau abses otak menyebabkan
koma, kejang, opistotonus (posisi tubuh melengkung ke depan)
atau penonjolan pada ubun-ubun
c. Infeksi
pada tulang (osteomielitis) menyebabkan terbatasnya pergerakan pada
lengan atau tungkai yang terkena
d. Infeksi
pada persendian menyebabkan pembengkakan, kemerahan, nyeri tekan dan sendi yang
terkena teraba hangat
e. Infeksi
pada selaput perut (peritonitis) menyebabkan pembengkakan perut dan
diare berdarah.
6.
Prognosis
Prognosis atau hasil dari
sepsis dapat diperkirakan dengan Skor obat-OBATAN. Sekitar 20–35% dari pasien
dengan sepsis parah dan 40-60% dari pasien dengan mengalami septic shock mati
dalam waktu 30 hari. Orang lain mati dalam 6 bulan berikutnya. Kematian yang
terjadi bulan kemudian termasuk buruk dikontrol infeksi, imunosupresi,
komplikasi dari perawatan intensif, kegagalan beberapa organ, atau pasien
mendasari penyakit.
7. Terapi dan farmasis
Terapi sepsis bersandar pada antibiotik, drainase bedah
koleksi cairan yang terinfeksi, penggantian cairan dan dukungan yang tepat untuk
disfungsi organ. Ini mungkin termasuk hemodialisis gagal ginjal, ventilasi
mekanik di disfungsi paru, transfusi produk darah, dan obat dan terapi cairan
untuk kegagalan peredaran darah. Memastikan memadai gizi sebaiknya dengan
makanan enteral, tetapi jika perlu dengan nutrisi parenteral-adalah penting
selama sakit yang berkepanjangan.
Masalah dalam pengelolaan memadai pasien sepsis telah menjadi keterlambatan dalam pelaksanaan terapi setelah sepsis telah diakui. Diterbitkan studi telah menunjukkan bahwa untuk setiap keterlambatan jam dalam administrasi terapi antibiotik yang tepat ada kenaikan 7% terkait dalam kematian. Sebuah kolaborasi internasional yang besar didirikan untuk mendidik masyarakat tentang sepsis dan untuk meningkatkan hasil pasien dengan sepsis, berjudul "Kampanye Sepsis Penggabungan." Kampanye ini telah menerbitkan sebuah meninjau bukti berbasis strategi manajemen untuk sepsis berat, Sebuah meta-analisis ini menunjukkan bahwa EGDT memberikan manfaat pada mortalitas pada pasien dengan sepsis. Per Desember 2008 beberapa kontroversi seputar kegunaannya tetap dan sejumlah percobaan sedang berlangsung dalam upaya untuk menyelesaikan ini.
Dalam EGDT, cairan yang diberikan sampai tekanan vena sentral (CVP), yang diukur dengan kateter vena sentral, mencapai 8-12 cm air (atau 10-15 cm air pada pasien ventilasi mekanik). Administrasi yang cepat dari beberapa liter larutan kristaloid isotonik biasanya diperlukan untuk mencapai hal ini.
Masalah dalam pengelolaan memadai pasien sepsis telah menjadi keterlambatan dalam pelaksanaan terapi setelah sepsis telah diakui. Diterbitkan studi telah menunjukkan bahwa untuk setiap keterlambatan jam dalam administrasi terapi antibiotik yang tepat ada kenaikan 7% terkait dalam kematian. Sebuah kolaborasi internasional yang besar didirikan untuk mendidik masyarakat tentang sepsis dan untuk meningkatkan hasil pasien dengan sepsis, berjudul "Kampanye Sepsis Penggabungan." Kampanye ini telah menerbitkan sebuah meninjau bukti berbasis strategi manajemen untuk sepsis berat, Sebuah meta-analisis ini menunjukkan bahwa EGDT memberikan manfaat pada mortalitas pada pasien dengan sepsis. Per Desember 2008 beberapa kontroversi seputar kegunaannya tetap dan sejumlah percobaan sedang berlangsung dalam upaya untuk menyelesaikan ini.
Dalam EGDT, cairan yang diberikan sampai tekanan vena sentral (CVP), yang diukur dengan kateter vena sentral, mencapai 8-12 cm air (atau 10-15 cm air pada pasien ventilasi mekanik). Administrasi yang cepat dari beberapa liter larutan kristaloid isotonik biasanya diperlukan untuk mencapai hal ini.
Jika tekanan arteri rata-rata kurang dari 65 mmHg atau lebih
besar dari 90 mmHg, atau vasodilator vasopressor diberikan yang diperlukan
untuk mencapai tujuan. Setelah tujuan terpenuhi, oksigen saturasi vena campuran
(SvO2), yaitu, saturasi oksigen darah vena seperti kembali ke jantung yang
diukur pada vena kava, dioptimalkan. Jika SvO2 kurang dari 70%, darah diberikan
untuk mencapai hemoglobin 10 g / dl dan kemudian inotropik ditambahkan sampai
SvO2 adalah dioptimalkan. Intubasi elektif dapat dilakukan untuk mengurangi
permintaan oksigen jika SvO2 tetap rendah meski optimasi hemodinamik. Urin juga
dipantau, dengan tujuan minimal 0,5 ml / kg / jam.
8. Asuhan keperawatan
1. Hipertermia berhubungan dengan
kerusakan control suhu sekunder akibat infeksi atau inflamasi
A. Kriteria Hasil:
-
Suhu
tubuh berada dalam batas normal (Suhu normal 36,5o-37o C)
-
Nadi
dan frekwensi napas dalam batas normal (Nadi neonatus normal 100-180 x/menit,
frekwensi napas neonatus normal 30-60x/menit)
B. Intervensi dan rasional
Intervensi
|
Rasional
|
Monitoring tanda-tanda
vital setiap dua jam dan pantau warna kulit
|
Perubahan tanda-tanda
vital yang signifikan akan mempengaruhi proses regulasi ataupun metabolisme
dalam tubuh.
|
Observasi
adanya kejang dan dehidrasi
|
Hipertermi sangat
potensial untuk menyebabkan kejang yang akan semakin memperburuk kondisi
pasien serta dapat menyebabkan pasien kehilangan banyak cairan secara
evaporasi yang tidak diketahui jumlahnya dan dapat menyebabkan pasien masuk
ke dalam kondisi dehidrasi.
|
Berikan kompres denga air
hangat pada aksila, leher dan lipatan paha, hindari penggunaan alcohol untuk
kompres.
|
Kompres pada aksila, leher
dan lipatan paha terdapat pembuluh-pembuluh dasar besar yang akan membantu
menurunkan demam. Penggunaan alcohol tidak dilakukan karena akan menyebabkan
penurunan dan peningkatan panas secara drastis.
|
Kolaborasi
Berikan antipiretik sesuai kebutuhan jika
panas tidak turun.
|
Pemberian antipiretik juga
diperlukan untuk menurunkan panas dengan segera.
|
2. Kekurangan
volume cairan berhubungan dengan kehilangan sekunder akibat demam.
A. Kriteria
Hasil:
ü Suhu
tubuh berada dalam batas normal (Suhu normal 36,5o-37o C)
ü Nadi
dan frekwensi napas dalam batas normal (Nadi neonatus normal 100-180 x/menit,
frekwensi napas neonatus normal 30-60x/menit)
ü Bayi
mau menghabiskan ASI/PASI 25 ml/6 jam
B. Intervensi
dan Rasional
Intervensi
|
Rasional
|
Monitoring tanda-tanda vital setiap
dua jam dan pantau warna kulit
|
Perubahan tanda-tanda vital yang
signifikan akan mempengaruhi proses regulasi ataupun metabolisme dalam tubuh.
|
Observasi adanya hipertermi, kejang
dan dehidrasi.
|
Hipertermi sangat potensial untuk
menyebabkan kejang yang akan semakin memperburuk kondisi pasien serta dapat
menyebabkan pasien kehilangan banyak cairan secara evaporasi yang tidak
diketahui jumlahnya dan dapat menyebabkan pasien masuk ke dalam kondisi
dehidrasi.
|
Berikan kompres hangat jika terjadi
hipertermi, dan pertimbangkan untuk langkah kolaborasi dengan memberikan
antipiretik.
|
Kompres air hangat lebih cocok
digunakan pada anak dibawah usia 1 tahun, untuk menjaga tubuh agar tidak
terjadi hipotermi secara tiba-tiba. Hipertermi yang terlalu lama tidak baik
untuk tubuh bayi oleh karena itu pemberian antipiretik diperlukan untuk
segera menurunkan panas, misal dengan asetaminofen.
|
Berikan ASI/PASI sesuai
jadwal dengan jumlah pemberian yang telah ditentukan
|
Pemberian ASI/PASI sesuai jadwal
diperlukan untuk mencegah bayi dari kondisi lapar dan haus yang berlebih.
|
- Ketidakefektifan perfusi
jaringan perifer berhubungan dengan penurunan volume bersirkulasi akibat
dehidrasi
a. Kriteria
Hasil
ü Tercapai
keseimbangan ai dalam suang interselular dan ekstraselular
ü . Keadekuatan kontraksi otot untuk pergerakan
ü Tingkat
pengaliran darah melalui pembuluh kecil ekstermitas dan memelihara fungsi
jaringan
b. Intervensi
dan Rasional
Intervensi
|
Rasional
|
perawatan sirkulasi (misalnya
periksa nadi perifer,edema, pengisian perifer, warna, dan suhu ekstremitas)
|
meningkatkan sirkulasi
arteri dan vena
|
pantau perbedaan
ketajaman/tumpul dan panas/dingin
|
mengetahui sensasi
perifer, kemungkinan parestesia
|
.pantau status cairan
|
mengetahui keseimbangan antara asupan dan haluaran
|
aku |